Menu

Mode Gelap
Pungli Pengurusan Fungsional dan Kenaikan Pangkat, Ratusan Nakes di Langkat Meradang Lulus Sekolah, Gen Z Coba Buka Peluang Bisnis di Bidang Olahan Perikanan FGD Terkait Regulasi Transportasi Online, DPR desak segera rampungkan permasalahan terkait Transportasi Online Pemko Tanjungbalai dan Universitas Deztron Indonesia Dorong Lulusan SMA/SMK Sederajat Kuliah Lewat Beasiswa KIP UDI dan IMO Sepakati Kerjasama Pemberitaan Ricky Anthony Serahkan Bantuan untuk Korban Kebakaran di Hinai Kanan

Berita

Kompensasi Tak Layak, Mantan Operator DT Pertanyakan Nasibnya Usai Tak Lagi Diperpanjang Kontrak oleh PT Mitra Jaya Rezeki

badge-check


 Kompensasi Tak Layak, Mantan Operator DT Pertanyakan Nasibnya Usai Tak Lagi Diperpanjang Kontrak oleh PT Mitra Jaya Rezeki Perbesar

MEDAN

Renhard Sitompul, pria asal Medan Helvetia, Kota Medan, kini mempertanyakan kejelasan nasibnya setelah tak lagi bekerja di perusahaan jasa tambang PT Mitra Jaya Rezeki (MJR), yang beroperasi di wilayah Sumatera Selatan.

Bukan karena diberhentikan secara formal melalui mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), melainkan karena kontraknya tidak diperpanjang tanpa pemberian kompensasi yang dinilai layak.

Renhard kepada wartawan mengungkapkan, dirinya bekerja sebagai operator dump truck (DT) sejak Oktober 2024 hingga awal April 2025.

Ia menunjukkan surat keterangan kerja dari perusahaan, namun tanpa rincian alasan pemberhentian maupun keterangan soal hak-hak normatif sebagai pekerja.

“Saya hanya ingin tahu kenapa saya tidak diperpanjang, dan mengapa tidak ada kompensasi yang layak. Saya bekerja penuh waktu, bukan freelance. Ini menyangkut keadilan,” ungkapnya kepada wartawan,

Memo Internal Mengindikasikan Ketegangan

Awak media menerima dokumen internal tertanggal 1 Maret 2025, yakni memo bernomor 011/IM/MIR/HR/II/2025 yang berisi teguran kepada para operator dan karyawan non-staf soal disiplin kerja.

Dalam memo itu ditegaskan bahwa ketidakhadiran tanpa surat keterangan sakit akan dikenai pemotongan gaji sebesar Rp450 ribu per hari.

Kebijakan tersebut diduga menjadi indikator adanya tekanan internal yang berujung pada penyaringan ulang pekerja melalui mekanisme tidak memperpanjang kontrak.

Meski tidak disebut secara spesifik soal Renhard, pihaknya meyakini bahwa kebijakan tersebut turut mempengaruhi penilaian manajemen atas dirinya.

Klarifikasi Pihak Perusahaan

Pihak PT MJR melalui Supertendent HR, Solikhah, saat dikonfirmasi Rabu pagi (7/5) menyatakan bahwa kasus Renhard bukanlah PHK, melainkan berakhirnya kontrak kerja.

“Ini bukan PHK sepihak, Pak. Tapi habis kontrak dan tidak diperpanjang. Upah kerjanya juga Sudah dibayar penuh sesuai dengan hari terakhir kerja. Mohon dicek dulu sebelum membuat berita,” ujarnya kepada wartawan.

Namun tidak ada dokumen atau bukti pembayaran yang turut disampaikan untuk memperkuat klaim tersebut.

Tiba-tiba Dihubungi Oknum Mengaku TNI

Situasi menjadi lebih kompleks saat wartawan yang mencoba mengkonfirmasi lebih lanjut justru dihubungi oleh seseorang yang mengaku sebagai anggota TNI berpangkat Serma bernama Efwal.

Dalam rekaman percakapan yang kacau dan penuh pengulangan, oknum tersebut mengklaim mewakili “rekan komandan Kodim” dan berusaha ‘meluruskan’ bahwa kasus ini bukan PHK, hanya soal kontrak yang tidak diperpanjang.

“Itu bukan PHK Pak, itu kontraknya habis. Sudah dibayar juga. Jangan salah paham ya, kami dari rekan Kodim, disuruh komandan untuk luruskan,” kata suara yang mengaku sebagai Serma Efwal dalam percakapan berdurasi hampir lima menit.

Intervensi ini memunculkan pertanyaan besar: mengapa institusi militer terlibat dalam urusan ketenagakerjaan sipil sebuah perusahaan tambang?

Pengamat: Tidak Etis, dan Perlu Dilaporkan

Seorang pakar ketenagakerjaan dari Medan yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa jika benar ada keterlibatan pihak militer dalam konflik pekerja, hal tersebut sudah keluar dari ranah profesional dan berpotensi melanggar hukum.

“Anggota TNI tidak dibenarkan terlibat dalam urusan bisnis atau intervensi sipil. Ini bisa dilaporkan ke Ombudsman atau langsung ke Mabes TNI,” jelasnya.

Menurut Pasal 39 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, prajurit dilarang terlibat dalam bisnis atau aktivitas berorientasi keuntungan. Aturan ini dibuat untuk menjaga netralitas dan profesionalisme militer.

Harapan dan Upaya Lanjut

Renhard sendiri mengaku belum menyerah. Ia tengah berkonsultasi dengan sejumlah lembaga bantuan hukum dan berencana melapor ke Dinas Tenaga Kerja.

Ia berharap langkah ini bukan hanya untuk dirinya, tapi menjadi contoh bagi pekerja kontrak lain yang merasa hak-haknya diabaikan.

“Saya tidak cari ribut. Tapi saya juga tidak bisa diam kalau diperlakukan begini. Apa kita ini cuma alat, habis pakai buang?” pungkasnya.

Hingga berita ini dirilis, pihak PT Mitra Jaya Rezeki belum memberikan tanggapan lanjutan secara resmi, dan belum ada kejelasan apakah benar telah dibayarkan seluruh hak normatif Renhard.

Awak media juga belum dapat memverifikasi kebenaran identitas oknum yang mengaku sebagai Serma Efwal.

Kasus ini membuka kembali perdebatan panjang soal kejelasan status kerja di sektor pertambangan dan potensi penyalahgunaan kuasa oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.(red)

Facebook Comments Box

Baca Lainnya

Lulus Sekolah, Gen Z Coba Buka Peluang Bisnis di Bidang Olahan Perikanan

16 Mei 2025 - 18:37 WIB

FGD Terkait Regulasi Transportasi Online, DPR desak segera rampungkan permasalahan terkait Transportasi Online

16 Mei 2025 - 18:26 WIB

Pemko Tanjungbalai dan Universitas Deztron Indonesia Dorong Lulusan SMA/SMK Sederajat Kuliah Lewat Beasiswa KIP

16 Mei 2025 - 14:46 WIB

UDI dan IMO Sepakati Kerjasama Pemberitaan

16 Mei 2025 - 14:42 WIB

Ricky Anthony Serahkan Bantuan untuk Korban Kebakaran di Hinai Kanan

16 Mei 2025 - 14:32 WIB

Trending di Berita
error: